Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Dewasa ini kebutuhan Rumah sakit di indonesia sangat diperlukan selain pendidikan. Berdasarkan status kepemilikannya, rumah sakit terbagi menjadi 2 macam, yakni: rumah sakit milik pemerintah dan rumah sakit milik swasta.
Umumnya rumah sakit milik pemerintah biasanya menggunakan nama pahlawan atau nama daerahnya sendiri. Sementara rumah sakit swasta menggunakan nama institusinya. Ketika RS milik Pemerintah didirikan biasanya nama yang dipilih itu berdasar sejarah di daerah itu, namun hanya segelintir orang saja yang mengetahui sejarah nama tersebut.
Artikel ini akan memaparkan mengenai sejarah Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember dan mengetahui sosok Dr. Soebandi yang namanya diabadikan di rumah sakit pemerintah Jember ini.
Siapakah Dr. Soebandi?
Hanya orang hebat yang namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit di sebuah daerah dan nama sebuah jalan. Seperti Dr. Soebandi. Ia lahir di Klakah – Lumajang, pada 17 Agustus 1917. Nama istri dari Dr. Soebandi adalah Rr Soekesi. Pasangan Dr. Soebandi dan Rr Soekesi memiliki tiga orang putri, yaitu Widiyastuti, Widiyasmani, dan Widorini.
Dr. Soebandi termasuk lelaki yang beruntung di zamannya, karena bisa mengenyam pendidikan yang tinggi. Setelah menjalani pendidikan di HIS, MULO, dan NIAS, putra pertama dari dua bersaudara ini berhasil masuk di Ika Daigoku (sekolah kedokteran di Jakarta). Kemudian pada 2 November 1943, Soebandi melanjutkan pendidikannya di Pendidikan Eise Syo Dancho hingga selesai. Setelah lulus, Dr. Soebandi diangkat sebagai Eise Syo Dancho (entah apa artinya, saya tidak tahu).
Dokter Belia yang Sering Berpindah Tugas
Jabatan awal Dr. Soebandi sebagai Eise Syo Dancho yang ditempatkan di Daidan Lumajang (Daidan adalah kelompok bentukan Jepang yang bergerak di bidang pendidikan), berubah dua hari setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan. Saat itu PETA dibubarkan, Dr. Soebandi dipindahtugaskan ke RSU Probolinggo, sebagai dokter.
Pada tanggal 23 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengumumkan berdirinya Badan Keamanan Rakyat. Pada waktu pembentukan BKR, Soebandi yang sudah berpangkat letnan kolonel dipanggil ke Malang. Di sana dia ditugaskan menjadi dokter di RST Claket Malang dengan pangkat kapten.
Jalannya sejarah berubah begitu cepat. Melihat adanya ancaman mempertahankan status quo (dari pihak Belanda), Pemerintah bersegera memanggil pensiunan Mayor KNIL Urip Sumoharjo ke Jakarta. Beliau dberi tugas membentuk tentara kebangsaan Indonesia. Melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, terbentuklah Tentara Keamanan Rakyat.
Sejarah memiliki harapan lain pada Dr. Soebandi. Ketika BKR diubah menjadi TKR pada 5 Oktober 1945 dan berubah menjadi TRI , Dr. Soebandi diberi pangkat mayor.Di tahun 1946, beliau kembali berpindah tugas. Kali ini Dr. Soebandi ditugaskan di Jember sebagai kepala DKT. Pada rentang 1945 hingga 1947, Dr. Soebandi sering berpindah tugas. Beliau banyak bertugas di front pertahanan Surabaya Selatan, Sidoarjo, Tulangan Porong, dan Bangil. Bahkan, Dr. Soebandi pernah ditugaskan di front pertahanan Bekasi Jawa Barat sebagai dokter perang.
Jember di Tahun 1947
21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947, sejarah mencatat adanya aksi polisional Belanda I, atau lebih dikenal dengan nama Agresi Militer Pertama. Mayor Soebandi dipindahkan ke resimen IV Divisi III, yang kemudian berubah menjadi Resimen 40 Damarwulan Divisi VIII.
Pada tahun 1947, setelah tentara Belanda menduduki Jember, Dr. Soebandi pernah ditangkap dan dijadikan tahanan kota, hanya karena terpergok menolong seorang prajurit yang terluka di DKT. Ceritanya, Dr. Soebandi sedang menolong seorang prajurit yang terkena tembak pihak Belanda. Kemudian Dr. Soebandi bermaksud mengoperasi prajurit yang terluka itu. Melihat hal tersebut, Belanda tidak suka. Ketidaksukaan itu membuat mereka menangkap dan menjadikannya sebagai tahanan kota.
Jember, 8 Februari 1949
Aksi polisional Belanda yang kedua ditandai dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan tokoh-tokoh penting negeri ini (Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan lain-lain). Itu terjadi pada 19 Desember 1948. Jember memiliki perangnya sendiri. Sejak akhir tahun 1948 hingga 8 Februari 1949, Letkol. Mohamad Sroedji selaku komandan Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur melakukan perlawanan pada pihak-pihak Belanda yang berniat menduduki Indonesia kembali. Pada masa itu, Dr. Soebandi ada di posisi sebagai kepala staf Resimen Sroedji.
Puncak pertempuran tejadi pada 8 Februari 1949 di Desa Karangkedawung, Mumbulsari, Jember. Dr. Soebandi gugur di medan pertempuran, begitu juga dengan Letkol. Mohamad Sroedji. Jasad Dr. Soebandi ditemukan di tengah sawah.
Dr. Soebandi meninggal dunia di usia yang terbilang muda, 32 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri bernama Rr Soekesi, dan tiga orang putri (Widiyastuti, Widiyasmani, dan Widorini).
RS Dr Soebandi Jember Saat Ini
Kegiatan belajar mengajar di Program Studi Pendidikan Dokter resmi dimulai pada tahun Akademik 2000/2001 pada tanggal 04 September 2000 dengan mahasiswa angkatan pertama sebanyak 68 orang. Sejak Juli 2001 oleh karena Prof. dr. Soenarjo memasuki masa Purnabhakti, kemudian Ketua Program dijabat oleh dr. Wasis Prajitno, Sp.OG. Pada tanggal 02 Januari 2003 : RSUD dr. Soebandi Jember diresmikan oleh Menteri Kesehatan R.I menjadi Rumah Sakit Type B Pendidikan sebagai “ Rumah Sakit Pendidikan “ bagi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Jember.
Daftar Pustaka
RZ Hakim. 2012. Dr. Soebandi. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2012. http://sejarah.kompasiana.com/2012/10/07/dr-soebandi/