BLURB
Seorang anak kelas sepuluh mengungkap cerita janggal pada Jounatan di Gudang sekolah. Kata anak tersebut, di sekolah Jou terdapat peristiwa pembunuhan tiga puluh tahun yang lalu. Jou diminta untuk mengungkap peristiwa itu. Akan tetapi, ia menolak dengan tegas. Sampai akhirnya, peristiwa demi peristiwa membuat Jou langsung berpikir untuk mengungkap fakta itu. Terlebih teman-temannya mulai diteror oleh sesuatu yang tak kasat mata.
Mampukah Jou dan teman-temannya mengungkap fakta kematian itu? Ataukah malah mereka diantar menuju kematian akibat mencari fakta kejadian tiga puluh tahun lalu?
*****
Novel ini ditulis secara duet oleh Jounatan dan Guntur Alam. Jounatan telah terbiasa melihat apa yang tak ingin dilihat oleh orang lain, sementara Guntur Alam awalnya memiliki ketakutan saat menulis horror. Perpaduan kekuatan keterbiasaan “melihat yang tak kasat mata” dan ketakutan itu menjadi hal yang menarik dalam novel ini.
Ketakutan yang dimiliki oleh GA berhasil ditepis. Akan tetapi, ketakutan saat menulisnya itu terasa begitu nyata membuat pembaca bisa merasakan di dalamnya. Setiap membaca halaman demi halaman, aku tak mampu beranjak untuk berhenti. Aku terlalu penasaran dengan ceritanya. Terlebih banyak teka-teki yang dimainkan. Makanya, aku menuntaskan novel berisi 209 halaman ini sekitar empat jam-an.
Selain itu, novel horor ini memiliki banyak sekali pesan, di antaranya:
- Kita harus dekat dengan Tuhan. Ketika kita dekat dengan Tuhan, hidup kita jauh lebih tenang. Kita juga akan menerima banyak ujian dengan lapang dada sekaligus meningkatkan hidup kita. Hal ini berbeda, jika kita tidak mensyukuri atas takdir yang ada. Kita malah jadi memendam dan mencari orang yang paling bersalah atas nasib kita.
- Jangan terlalu percaya pada mereka yang tak kasat mata. Mereka seringkali bercerita ini-itu pada tokoh di dalam novel ini. Semua informasi itu cukup diserap, jangan sampai ditelan mentah-mentah atau dipercayai begitu saja. Hal ini sudah ditegaskan oleh penulis, “Berhati-hatilah. Kita tak tahu siapa mereka sebenarnya….”
- Masa SMA sebagai setting waktu dalam novel ini harusnya dipenuhi oleh hal-hal ini. Hanya saja, dalam novel ini diceritakan para tokoh mengalami teror. Hal ini sekaligus mengingatkan kita bahwa sesuatu yang kita harapkan belum tentu terjadi sesuai dengan harapan. Makanya, kita harus bersiap atas segala kemungkinan yang ada.
Selain pesan-pesan tersebut, novel ini bagiku menjadi semacam racun untuk terprovokasi menulis cerita horor. Meskipun ada rasa dan sensasi yang tak bisa kujelaskan lebih lanjut saat mencoba menulis cerita horor. Yang pasti, novel ini bisa jadi referensi bagi kalian yang ingin menulis cerita horor berlatar anak SMA yang memiliki kisah semacam urban legend.
Kalau ditanya mengenai kekurangan dalam novel ini, saya tidak banyak menemukannya. Kecuali, penggarapan tokoh Tanuwijaya (Papanya Alex) dan Pak Kepala Sekolah yang kurang detail. Atau kehadiran dua tokoh tersebut sengaja dibuat seperti itu demi cerita selanjutnya? Menarik untuk diikuti bersama-sama.
Novel ini dapat kalian temukan di toko buku Gramedia. Atau jika ingin mendapatkan tanda-tangan langsung dari penulisnya, bisa DM salah satu penulisnya ya!