Change can be scary. Kalian pernah mendengar kalimat tersebut tidak?
Sebuah perubahan yang begitu menakutkan. Meski kita sadar bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Namun, aku tak siap dengan perubahan yang begitu mengejutkan dan membuat rasa sedih berkepanjangan.
Tentang Bapak yang Pergi
Desember 2018
Aku harus kehilangan Bapak. Lelaki bertubuh matahari itu harus pergi setelah berjuang lebih dari setahun melawan kanker nasofaring.
Ketika di liang lahat, aku berhasil mengazani dan mengikamah. Anehnya, rasa sedih baru menyerang beberapa hari setelahnya. Aku merasa kosong. Namun, ketiadaan Bapak membuatku sadar bahwa aku harus bisa kembali ke titik asal, demi Ibu yang menunggu dan perlu dikuatkan.
Kesibukan Baru yang Membuat Jarak Rindu
Agustus 2019- Juni 2021
Aku diterima sebagai mahasiswa S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Malang. Sama sewaktu S-1, aku kuliah menggunakan beasiswa. Kali ini yang menjadi sponsor adalah LPDP Kemenkeu RI.
Tentu sebagai penerima beasiswa, aku sangat bahagia. Aku tidak perlu memikirkan biaya saat kuliah. Ibu yang mengetahui rezeki ini juga sangat senang. Meski, ia tahu harus melipat jarak lagi antara Situbondo-Malang.
Aku pun menyisihkan waktu setidaknya sebulan sekali untuk pulang kampung. Tentu juga melalui sambungan telepon agar rindu yang sering menjalar segera tersalurkan.
Puncaknya, aku lulus pada 2021. Aku bekerja di salah satu platform mengajar. Jadi, aku bisa lebih dekat dengan Ibu tanpa perlu tinggal di tanah rantau. Meski pada akhirnya, aku tetap mencoba peruntungan bekerja di sebuah sekolah di Kota Malang.
Tentang Ibu yang Pergi
Desember, 2022
Rasa ingin dekat dengan Ibu menjadi prioritasku. Sementara itu, aku telah mencoba peruntungan mendaftar sebagai guru dan dosen di lembaga di Situbondo. Sayangnya, belum lolos juga.
Akhirnya, aku memutuskan untuk mendaftar Pendidikan Profesi Guru (PPG). Waktu itu, aku berpikir kalau punya sertifikat pendidik akan lebih mudah menjadi guru di Situbondo. Belum lagi, kalau ada tes CPNS/PPPK, pemilik sertifikat pendidik berdasarkan pengalaman sebelum tahun itu, ya, mendapatkan nilai tambahan.
Aku berharap lolos PPG. Kemudian, setelah lulus mendapatkan pekerjaan sebagai guru di Situbondo sehingga bisa dekat dengan Ibu.
Kabar lolos PPG segera terlayangkan. Namun, aku baru mendapatkan kabar bahwa perkuliahan dimulai pada Desember. Makanya, aku berinisiatif akan membawa Ibu ke Malang pada Januari. Kami akan cari rumah kontrakan.
Namun ….
Ibu turut pergi pada awal Desember, menyusul Bapak. Saat dinyatakan oleh dokter, aku masih sempat berpikir bahwa semua ini adalah mimpi. Aku bahkan masih berdoa seusai salat Subuh bahwa nyawa Ibu harus kembali.
Tangisku tak bisa tertahankan. Kecuali, saat di liang lahat demi agar bisa membacakan azan dan iqomah. Kepergian Ibu juga membawaku pada suasana kehilangan yang berlebih.
Berbagai pertanyaan hilir mudik. Pada awal kuliah, aku seperti tidak memiliki semangat. Rasanya, aku ingin mengakhiri kuliah saja. Toh, alasan untuk melanjutkan pendidikan profesi telah pergi.
Perubahan dan Penyesalan
Ketika kehilangan Ibu, teman-teman terdekat begitu banyak menguatkan. Mereka mengajakku jalan-jalan dan makan, dan bercerita ini-itu.
Nyatanya, ketika tiba di kamar kost, rasa sepi kembali menyergap dan penyesalan datang tanpa bisa teralihkan. Tangisan menjadi teman dalam lelaku keseharian.
Hal lain yang berubah adalah aku perlu mengerjakan tugas atau pekerjaan di tempat ramai. Sebab, kalau di kamar sendirian, aku terlalu banyak ritmis.
Aku Kehilangan Diri Sendiri
Aku pikir, aku hanya kehilangan Ibu. Rupanya, aku keliru, aku juga kehilangan diriku sendiri. Aku kehilangan banyak nikmat dalam ibadah dan kegemaran menulisku.
Aku bahkan tidak bisa menulis. Hari-hariku hanya penuh rasa penyesalan. Aku seperti tidak memiliki tempat bercerita. Pun, setiap pulang ke Situbondo, aku hanya bisa menciumi baju Ibu. Hanya itu yang bisa dilakukan. Aku tidak bisa menciumi tangannya atau pipinya dengan lembut. Aku telah kehilangan nikmat itu. Sangat kehilangan.
Bukan berarti aku tidak ikhlas atas kepergiannya. Insyaallah aku ikhlas, tetapi aku rindu.
Titik Balik
Aku tahu tidak boleh membiarkan diri terlalu larut dalam kesedihan. Aku harus bangkit. Aku harus membuka diri dan mulai menerima keadaan. Teman-teman PPG juga turut membantu dalam proses pemulihan ini melalui canda tawa di ruang kelas atau nongkrong-nongkrong sambil mengerjakan tugas.
Pada semester 2 PPG, aku bertemu sosok perempuan: cantik, putih dan menarik hati. Kehadirannya mampu membawa ide terpantik. Aku kembali menulis. Diskusi antarkami berjalan dengan apik hingga akhirnya kami sepakat untuk melangkah bersama.
Ia lahir di bulan Desember, berjarak beberapa hari dari tanggal kelahiranku. Ia seolah menjadi titik balik setelah berbagai kesedihan membelenggu.
Karya Baru
Sebelum kami menikah, aku berhasil menghasilkan sebuah buku proses kreatif berjudul Menulis Prosa dan Puisi: Membangun Jiwa Wirausaha. Tak hanya itu, aku juga berhasil menuliskan sebuah novel dengan menerapkan teori dalam buku proses kreatif itu. Novel ini tentu belum dipublikasikan. Namun, aku senang sekali sudah kembali pada kegemaran menulis, meski tidak seproduktif dulu.
Rezeki Setelah Menikah
Sebulan setelah menikah, aku terpilih sebagai salah satu penulis yang akan mengikuti Program Penulis Residensi di Daerah 3T oleh Kemendikbudristek 2024. Ada 25 penulis yang terpilih se-Indonesia. Kami ditempatkan di 25 wilayah berbeda.
Istri dan orang tua baru (mertua) sangat mendukung program ini. Mereka memberikan izin, meski jarak terhampar membuat kami saling menabung rindu.
Peluncuran Dua Novel Baru
Desember, 2024
Selama 25 hari, aku tinggal dan hidup bersama masyarakat lokal di Pesisir Barat, Lampung. Aku bertemu dengan banyak orang-orang baik yang menunjang proses kreatif. Dari observasi tersebut, aku berhasil menghasilkan dua judul novel, yakni Para Penjaga Damar dan Laut Suara. Novel tersebut kemudian diluncurkan di Jakarta pada 9-12 Desember 2024.
Kelahiran dan Kehadiran Baru
Desember memang identik dengan peristiwa dua kehilangan yang begitu menyayat. Namun, aku perlu sadar bahwa bulan ini juga menjadi kelahiran. Sesuatu yang perlu direnungkan, disyukuri dalam setiap laku kehidupan.
Aku berharap tahun 2025 kembali produktif seperti dulu, seperti menulis cerpen dan dimuat di berbagai media massa serta bisa menerbitkan buku kembali. Semoga catatan ini bisa menjadi semangat untuk diriku sendiri kembali berkarya. Bahwa segala sesuatu yang telah dimulai harus kembali diperjuangkan.
Salam,
Gusti Trisno
Terima kasih telah membaca ceritaku ini. Semoga kita semua dikuatkan dalam menyongsong 2025. Semoga kita diberikan kesehatan.